Sunday, April 3, 2011

Tewas setelah ML memakai obat kuat

DALAMNYA laut dapat diguga, dalamnya hati Mbah Sukir, 65, siapa tahu? Kakek yang kelihatannya kalem dan santun di kampungnya ini, tahu-tahu tewas di ruang “syahwat darurat” di kompleks WTS Kedung, Kabupaten Jepara (Jateng).

Mau ditaruh mana muka keluarganya? Kematian adalah ketentuan Illahi yang tak bisa dielakkan. Orang Jawa bilang: gedongana, kuncenana, wong mati mangsa wurunga (biar dalam gedung terkunci, ajal akan tiba juga). Al Qur’an pun juga mengatakan: kullu nafsin dzaikatul maut (setiap yang hidup akan mati). Lalu, mati melahirkan dan membela negara, itu namanya mati syahid. Tapi jika mati di atas perut WTS, ini adalah seburuk-buruk kematian anak adam.

Mbah Sukir, termasuk anak adam yang buruk itu. Betapa tidak? Di lingkungan kampungnya, Desa Rau Kecamatan Kedung, adalah sosok yang dihormati warga. Petatah-petitihnya selalu didengarkan kawula muda, nasihat-nasihatnya selalu ditunggu. Dalam rembug desa, dia selalu dilibatkan. Ketika orang punya gawe, juga sering didaulat memberikan kata sambutan, mewakili keluarga yang berhajat. Bila Mbah Sukir sudah mengawali kalimatnya: “Nuwun para rawuh kakung miwah putri…, para hadirin pun hening.

Tapi nggak tahunya, Mbah Sukir ini hanya pandai membangun citra. Pembawaanya yang kalem, ternyata sakkal gelem (spontan mau), ketika diajak menuju jalan setan. Tentu saja secara diam-diam. Sejak menduda 4 tahun lalu, 3 tahun belakangan dia jadi anggota LSM dalam arti : lelaki
seneng madon (baca: melacur). Secara sembunyi-sembunyi, dia suka mengunjungi kompleks WTS Tunggultlale, Kecamatan Kedung. Di sana dia lalu memanjakan “tlale” miliknya yang tak sebegitu panjang.

Dia punya langganan tetap, Nurhayati, 33, WTS yang STNK (setengah tuwa ning kepenak). Asal dia hari itu mau masuk ruang “unit syahwat darurat”, hari itu Nurhayati tak boleh terima tamu lain. Ibarat makanan, Mbah Sukir memang selalu menyukai hidangan yang fresh (segar),belum ternoda oleh bakteri dan cendawan. Dan sebaliknya setelah “diservis” gendakannya, dia selalu mengatakan: setelah digunakan harap ditutup rapat-rapat.

Maklumlah, biar namanya Mbah Sukir tapi dia tidak suka berdzikir. Jadi secara sembunyi-sembunyi, dia masih melakukan hil-hil yang mustahal tersebut. Sejak hidup menduda dia memang merasa kesepian di tempat rame. Ingin sebetulnya dia kawin lagi, tapi anak-anak melarangnya. Kata
mereka: “Wong wis tuwa arep ngapa ta pak, ngibadahe wae sing kenceng (sudah tua mau apa lagi, ibadahnya saja yang diperkuat).” Nah, karena keinginannya selalu diganjal, Mbah Sukir terpaksa melakukan kebohongan publik yang sistematis.

Seperti biasanya, beberapa hari lalu Mbah Sukir kembali kencan dengan Nurhayati langganannya. Untuk menambah sped, dia sengaja minum obat kuat. Tapi cilaka tiga belas, belum juga pertandingan menyelesaikan 45 menit pertama, Mbah Sukir ambruk di tubuh Nurhayati. Dia kejang-kejang dengan mulut membusa, dan akhirnya wasalam. Gegerlah penghuni Kompleks WTS Kedung. Beberapa jam kemudian keluarganya membawa pulang jenazah Mbah Sukir.


Sumber : Berita Heboh

0 comments:

Post a Comment