Monday, December 20, 2010

Selidiki Kawat WikiLeaks soal Munir

JAKARTA, KOMPAS.com — Aktivis International Center for Transitional Justice, Usman Hamid, yang juga mantan anggota Tim Pencari Fakta Kasus Munir, mengatakan, kawat diplomatik AS yang menengarai keterlibatan Badan Intelijen Negara dalam kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir, sebagaimana dibocorkan WikiLeaks, harus dilihat secara positif.
"Ini lebih bijak jika disikapi dengan langkah-langkah nyata untuk membuka semua kebenaran yang masih dirahasiakan, lalu memeriksa dan mengadili nama-nama yang disebut, serta membenahi reformasi institusi BIN," kata Usman kepada Kompas.com, Minggu (19/12/2010) melalui pesan singkat.

Kawat yang dikirim diplomat AS ke Washington DC pada April 2007 ini, sambung Usman, juga menunjukkan adanya urusan keadilan yang belum selesai. Negara dinilainya lalai untuk menuntut orang-orang yang diduga menggunakan fasilitas BIN untuk membunuh Munir. Selanjutnya, ia meminta agar kawat diplomatik itu dianggap sebagai sorotan diplomatik atas kinerja pemerintah beserta jajaran kepolisian.

Seperti diwartakan, laporan kawat yang diperoleh The Sydney Moring Herald dari WikiLeaks mengindikasikan, diplomat AS, atas informasi dari beberapa pejabat tinggi kepolisian RI, menyakini bahwa BIN menyiapkan skenario untuk menghabisi nyawa Munir. Saat itu BIN dipimpin oleh Hendropriyono.

"BIN mempunyai berbagai skenario pembunuhan, termasuk menggunakan petembak jitu, peledakan mobil, dan bahkan ilmu hitam," demikian sebagian isi kawat itu, mengutip laporan dari diplomat AS di Jakarta.

Namun, "Berbagai usaha itu gagal sebelum Munir diracun dalam perjalanan ke Amsterdam pada Oktober 2004."

Pada kawat tersebut diplomat AS juga mengungkapkan keraguannya bahwa pemerintah akan mengadili otak di balik pembunuhan tersebut. Keraguan ini didasarkan pada pengakuan seorang pejabat kepolisian Indonesia yang menyebutkan dugaan keterlibatan tingkat tinggi dalam pembunuhan tersebut.

Secara terpisah, Duta Besar AS untuk Indonesia Scot Marciel, beberapa waktu lalu, mengatakan, isi kawat yang dikirimkan Kedubes AS ke Washington tak ada yang istimewa. "Apa yang Anda akan temukan, sebagian besar (isinya) sangat membosankan," katanya kepada para wartawan di Jakarta. "Tak ada agenda terselubung," lanjutnya.

Namun, diakui, ada dokumen yang berisi laporan soal hal sensitif, seperti yang berkaitan dengan politik. Namun, kata Dubes Marciel, Indonesia adalah negara yang terbuka. Media massa Indonesia secara independen memuat berita, opini, dan komentar para tokoh-tokoh politik. "Apa yang akan Anda lihat pada laporan kami tak ada berbeda dengan yang ada di media," katanya.

0 comments:

Post a Comment