AKSI ribuan warga Yogyakarta pada Senin 13 Desember 2010 ini layak diapresiasi dan dicontoh. Kenapa? Aksi mereka tetap santun dan menunjukkan peradaban yang tinggi. Tidak ada satu pun aksi yang menjurus ke anarkisme.
Warga Yogyakarta menggelar aksi untuk menyikapi sikap pemerintah pusat baik yang dilontarkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Mendagri Gamawan Fauzi bahwa gubernur dan wakil gubernur DIY akan dipilih melalui pemilukada. Walaupun akhirnya diralat oleh Gamawan, gubernur dan wakil gubernur akan dipilih oleh DPRD.
Ketegangan "Yogya" dengan "Pusat" diawali oleh pernyataan Presiden tentang monarki. Tak urung hal itu dilihat sebagai upaya untuk mengurangi peran Sultan dan keistimewaan Yogyakarta. Aksi protes dan gelombang mendukung keistimewaan Yogyakarta seperti tak terbendung.
Senin ini, DPRD DIY menggelar sidang paripurna. Hasilnya, mayoritas fraksi (kecuali Fraksi Demokrat), secara lugas mendukung Sultan dan Paku Alam ditetapkan menjadi gubernur dan wakil gubernur.
Sikap Mendagri Gamawan Fauzi? Dia bergeming. Hasil sidang rakyat Yogyakarta tidak akan dihiraukan pemerintah. Karena draf RUU Keistimewaan Yogyakarta sudah dikirimkan ke Setneg dan sebentar lagi akan dikirimkan ke DPR. Sikap Mendagri ini jelas sangat disayangkan karena menafikan aspirasi warga Yogyakarta. Semestinya pejabat publik bisa lebih hati-hati dalam mengeluarkan sikapnya dan kalau perlu bisa membuat ketenangan. Sikap ngotot juga bukan cerminan demokrasi sesungguhnya.
Respons warga Yogyakarta tentunya sangat antusias atas hasil sidang paripurna DPRD DIY itu. Akan tetapi, hal itu belum final, karena pada dasarnya RUUK yang sangat menentukan adalah hasil pembahasan di DPR kelak. Akankah skor 9 (pro penetapan) lawan 1 (pro pemilihan) akan terulang. Yah, namanya politik dan mesin politik, pasti akan sangat tergantung dari hasil negosiasi dan lobi-lobi. Apalagi konon setgab koalisi parpol pendukung pemerintah sudah dikumpulkan. Mungkin parpol koalisi sudah dikondisikan dan diarahkan untuk mendukung wacana yang dilontarkan pemerintah.
Warga Yogyakarta saat ini mungkin hanya bisa berharap, kearifan lokal, yang memperhatikan aspek historis dan sosio-kultural bakalan menang dan merebut simpati dan empati anggota DPR yang multipartai.
Warga Yogya pun sudah menyuarakan aspirasinya, tinggal wakil-wakilnya lah yang mesti bisa mengerti dan menerjemahkannya menjadi produk UU berkualitas tinggi. Tentu, tanpa menafikan aspirasi grass root.
Hari ini, warga Yogyakarta kembali membuktikan bahwa mereka (tetap) berbudaya. Meski melakukan aksi dan diliputi rasa "Meriang" alias panas dingin karena seolah-olah keistimewaan daerahnya direbut paksa pemerintah pusat, mereka tetap masih bisa berunjuk rasa dan protes di jalanan secara santun. Bahkan, aneka produk kesenian dan kebudayaan ikut dipertontonkan sebagai bentuk protes tersebut.
Ya benar, Yogya masih (tetap) berbudaya.
Monday, December 20, 2010
Yogya "masih berbudaya"
Sumber : okezone.com
0 comments:
Post a Comment