Terombang ambing di tengah lautan, menanti badai yang tak kunjung datang, benamkan matahari di siang hari, lalu coba terbitkannya saat malam sunyi. Awan hitam pun menutupi hati, selimutkan diri dalam mimpi, akankah bumi ini kembali, atau saat tak ada penghuni . . Bisikan nurani pun berimaji, Berlari mencari, atau hanya diam menanti?
Adakah mereka manusia yang mengerti akan ketulusan, memahami akan nurani, menyadari adanya sanubari dalam setiap hati. Mungkin mereka menyadari akan hal itu, namun tak mengerti dan tak mau mencoba untuk memahami. Kemana para manusia itu akan berlarii dan di mana mereka akan bersembunyi. Manusia memliki celah dalam setiap pori-pori yang ada pada dirinya, apakah langit seperti itu? Adakah ruang di dalam samudra seperti layaknya hati pada manusia? Kenapa lumba-lumba tak dapat kita temui di atas langit yang begitu luas, lalu mengapa bintang yang ada di lautan tak seindah bintang pada malam hari? Siapa raja hutan, mengapa singa yang harus menjadi rajanya, padahal ada gajah yang lebih besar? Kembali lagi pada manusia yang selalu bertanya apa, siapa, mengapa, kenapa, di mana, lalu apakah dan sebagainya. Di balik pertanyaan itu ada satu hal yang luar biasa dimiliki manusia, akal dan pikiran. Mungkin hal itu yang menjadikan mereka selalu bertanya. Apakah seekor gajah pernah menanyakan"kenapa hidung saya panjang"? Mungkin tidak terlintas dibenak kita mereka mengeluh seperti apa yang dilakukan manusia. Tapi ada banyak hal yang harus kita pelajari dari mereka, seekor induk singa tak akan tega memakan anaknya sendiri, seekor gajah selalu menghargai singa walaupun ukuran mereka lebih besar, dan mereka semut selalu bergotong royong untuk melakukan banyak hal, lalu bagaimana kita sebagai manusia?